1.
PROSES
KEMBALINYA NKRI
Proses Kembalinya NKRI:
-
Sejak penandatanganan KMB,
Indonesia berbentuk RIS/Federal
-
RIS berpedoman pada konstitusi RIS
-
Sebagai kepala Negara RIS, Bung
Karno mulai bertugas pada tanggal 28 Desember 1949 di Jakarta
-
Sistem demokrasi yang digunakan
adalah liberal
-
Demokrasi liberal dan Negara
federal tidak sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
-
Di daerah muncul tuntutan
pembubaran Negara bagian dan menyatakan bergabung dengan RI
-
Berdasarkan persetujuan Parlemen
pada tanggal 8 Maret 1950 pemerintah RI mengeluarkan UU Darurat No. 11 tahun
1950 yang berisi tentang Tata Cara Perubahan susunan Kenegaraan RIS
-
Negara-negara bagian bergabung
dengan RI, sampai dengan April 1950 tinggal 2 negara yang belum bergabung yaitu
Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur
-
Pada tanggal 3 Mei 1950 kedua
Negara tersebut bergabung dengan RI
-
Tanggal 19 Mei 1950 dengan RI
mengadakan perundingan dengan RIS yang berhasil merancang Konstitusi NKRI
-
14 Agustus 1950 rancangan
tersebut diterima oleh Senat dan KNIP
-
15 Agustus 1950 Sukarno menandatangani
konstitusi tersebut
-
Konstitusi tersebut diberi nama
UUD Sementara 1950
-
17 Agustus 1950 RIS dibubarkan
dan Indonesia kembali ke NKRI
2. DEMOKRASI LIBERAL DENGAN SISEM PEMERINTAHAN PARLEMENTER
Setelah Perang Dunia ke-II,
secara formal demokrasi merupakan dasar dari kebanyakan negara di dunia. Di
antara semakin banyak aliran pemikiran yang menamakan dirinya sebagai
demokrasi, ada dua aliran penting, yaitu demokrasi konstitusional dan kelompok
yang mengatasnamakan dirinya “demokrasi” namun pada dasarnya menyandarkan
dirinya pada komunisme.
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam taraf perkembangan. Dan mengenai sifat dan cirinya masih terdapat pelbagai tafsiran serta pandangan. Pada perkembangannya, sebelum berdasarkan pada demokrasi pancasila, Indonesia mengalami tiga periodeisasi penerapan demokrasi, yaitu:
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam taraf perkembangan. Dan mengenai sifat dan cirinya masih terdapat pelbagai tafsiran serta pandangan. Pada perkembangannya, sebelum berdasarkan pada demokrasi pancasila, Indonesia mengalami tiga periodeisasi penerapan demokrasi, yaitu:
1. Demokrasi Liberal ( 1950-1959 )
2. Demokrasi Terpimpin ( 1959-1966 )
3. Demokrasi Pancasila ( 1966-sekarang )
2. Demokrasi Terpimpin ( 1959-1966 )
3. Demokrasi Pancasila ( 1966-sekarang )
Masa Demokrasi Liberal (
1950-1959 )
Pada tahun 1950, Negara Kesatuan
Republik Indonesia mempergunakan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) atau juga
disebut Undang-Undang Dasar 1950. Berdasarkan UUD tersebut pemerintahan yang
dilakukan oleh kabinet sifatnya parlementer, artinya kabinet bertanggung jawab
pada parlemen. Jatuh bangunnya suatu kabinet bergantung pada dukungan anggota
parlemen.
Ciri utama masa Demokrasi Liberal
adalah sering bergantinya kabinet. Hal ini disebabkan karena jumlah partai yang
cukup banyak, tetapi tidak ada partai yang memiliki mayoritas mutlak. Setiap
kabinet terpaksa didukung oleh sejumlah partai berdasarkan hasil usaha
pembentukan partai ( kabinet formatur ). Bila dalam perjalanannya kemudian
salah satu partai pendukung mengundurkan diri dari kabinet, maka kabinet akan
mengalami krisis kabinet. Presiden hanya menunjuk seseorang ( umumnya ketua
partai ) untuk membentuk kabinet, kemudian setelah berhasil pembentukannya,
maka kabinet dilantik oleh Presiden.
Suatu kabinet dapat berfungsi
bila memperoleh kepercayaan dari parlemen, dengan kata lain ia memperoleh mosi
percaya. Sebaliknya, apabila ada sekelompok anggota parlemen kurang setuju ia
akan mengajukan mosi tidak percaya yang dapat berakibat krisis kabinet. Selama
sepuluh tahun (1950-1959) ada tujuh kabinet, sehingga rata-rata satu kabinet
hanya berumur satu setengah tahun.
Kabinet-kabinet pada masa
Demokrasi Liberal sistem Parlementer adalah :
a. Kabinet Natsir (7 September
1950-21 Maret 1951)
b. Kabinet Soekiman (27 April 1951-23 Februari 1952)
c. Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
d. Kabinet Ali Sastroamidjoyo I ( 31 Juli 1953-12 Agust 1955 )
e. Kabinet Burhanudin Harahap (12 Agust 1955-3 Maret 1956)
f. Kabinet Ali Sastroamidjoyo II (12 Maret 1956-14 Maret 1957)
g. Kabinet Djuanda ( 9 April 1957-10 Juli 1959 )
b. Kabinet Soekiman (27 April 1951-23 Februari 1952)
c. Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
d. Kabinet Ali Sastroamidjoyo I ( 31 Juli 1953-12 Agust 1955 )
e. Kabinet Burhanudin Harahap (12 Agust 1955-3 Maret 1956)
f. Kabinet Ali Sastroamidjoyo II (12 Maret 1956-14 Maret 1957)
g. Kabinet Djuanda ( 9 April 1957-10 Juli 1959 )
Program kabinet pada umumnya tidak dapat diselesaikan. Mosi yang diajukan untuk menjatuhkan kabinet lebih mengutamakan merebut kedudukan partai daripada menyelamatkan rakyat.
Dampak Persoalan Hubungan Pusat – Daerah:
o Tidak harmonisnya hubungan pusat - daerah
o Persaingan Ideologi
o Pergolakan Sosial-Politik
Tidak Harmonisnya Hubungan Pusat-Daerah
Pada akhir tahun 1956 beberapa panglima militer di berbagai daerah membentuk dewan-dewan yang ingin memisahkan diri dari pemerintah pusat, yakni sebagai berikut :
o Tidak harmonisnya hubungan pusat - daerah
o Persaingan Ideologi
o Pergolakan Sosial-Politik
Tidak Harmonisnya Hubungan Pusat-Daerah
Pada akhir tahun 1956 beberapa panglima militer di berbagai daerah membentuk dewan-dewan yang ingin memisahkan diri dari pemerintah pusat, yakni sebagai berikut :
a.
Pada tanggal 20 November 1956 di
Padang, Sumatera Barat berdiri Dewan Banteng yang dipimpin oleh Letnan Kolonel
Achmad Husein.
b.
Di Medan, Sumatera Utara berdiri Dewan
Gajah yang dipimpin oleh Kolonel Simbolon.
c.
Di Sumatera Selatan berdiri Dewan
Garuda yang dipimpin oleh Kolonel Barlian.
d.
Di Manado, Sulawesi Utara berdiri
Dewan Manguni yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual
Gangguan Keamanan pada masa Demokrasi Liberal dan Perjuangan Terhadap
Ancaman Desintegrasi Bangsa
a. Angkatan
Perang Ratu Adil (APRA) di Bandung
Gerakan teror Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) pada tanggal 23 Januari
1950 di Bandung, Jawa
Barat, dibawah pimpinan Kapten Raymond Westerling yang
menolak pembubaran Negara Pasundan. Latar pemberontakan APRA
adalah pembentukan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS).
b.
Pemberontakan
Andi Azis
Andi Aziz atau Andi Abdoel Aziz, ia terlahir dari pasangan Andi Djuanna
Daeng Maliungan dan Becce Pesse. Anak tertua dari 11 bersaudara. Ia menyandang
gelar pemberontak akibat perjuangannya untuk mempertahankan existensi Negara
Indonesia Timur.
c.
Pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia dan Perjuangan
Rakyat Semesta (PRRI/Permesta)
Gerakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang
diproklamasikan oleh Letnan Kolonel Achmad Husein sebagai
Ketua Dewan Perjuangan pada tanggal 15 Februari 1958 di Sumatera Barat dan
Perjuangan Semesta (Permesta) di Sulawesi Utara yang
dipimpin oleh Letnan Kolonel Ventje Sumual yang semula
menjabat KSAD PRRI/Permesta.
d.
Darul
Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII)
Hijrahnya pasukan Siliwangi dari
wilayah Jawa Barat yang dikuasai Belanda menuju wilayah Jawa Tengah yang
dikuasai RI, telah menimbulkan adanya suatu kekosongan pemerintahan RI di Jawa
Barat. Kondisi inilah yang kemudian dijadikan sebuah kesempatan oleh apa yang
dinamakan Gerakan DI/TII untuk mendirikan Negara Islam Indonesia. Gerakan
DI/TII yang dipimpin oleh SM Kartosuwirjo ini memang merupakan suatu gerakan
yang menggunakan motif-motif ideology agama sebagai dasar penggeraknya, yaitu
mendirikan Negara Islam Indonesia. Adapun daerah atau tempat Gerakan DI/TII
yang pertama dimulai di daerah pegunungan di Jawa Barat, yang membentang
sekitar Bandung dan meluas sampai ke sebelah timur perbatasan Jawa Tengah, yang
kemudian menyebar ke bagian-bagian lain di Indonesia.
3. PEMILU I INDONESIA TAHUN 1955
Pada tanggal 29 Juli 1955, Moh.
Hatta mengumumkan tiga orang formatur untuk membentuk kabinet baru. Ketiga
formatur itu terdiri dari Sukiman (Masyumi), Wilopo (PNI) dan Assaat
(non-partai). Pada waktu itu, Presiden sedang ke tanah suci untuk menunaikan
ibadah haji.
Kabinet baru itu bertugas untuk
melaksanakan hal-hal berikut:
a.
Mengembalikan kewibawaan
pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan angkatan darat dan masyarakat
kepada pemerintah.
b. Melaksanakan pemilihan umum
menurut rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat terbentuknya parlemen
baru.
Pemilihan Umum I berlangsung pada
Masa Kabinet Burhanuddin Harahap. Pemilihan berlangsung II tahap
yaitu :
1. Tahap I untuk memilih Anggota
Parlemen, diselenggarakan pada tanggal 29 september 1955. Lebih dari 39
juta rakyat Indonesia memberikan suaranya di kotak-kotak suara. Hasil
Pemilihan Umum I dimenangkan 4 partai, yaitu : PNI, Masyumi, NU dan PKI.
Partai-partai lain menerima suara lebih kecil dari ke empat partai tersebut.
2. Tahap II untuk memilih Anggota
Konstituante, tanggal 15 Desember 1955
4. DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1955 DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN
Alasan Dikeluarkannya Dekrit
Presiden:
-
Anjuran kembali pada UUD 1945
tidak memperoleh keputusan dan konstituante
-
Konstituante tidak lagi
menyelesaikan tugasnya
-
Kemelut dalam konstituante
membahayakan persatuan
Isi
Dekrit Presiden
-
Pembubaran Konstituante
-
Pemberlakuan kembali UUD 1945
sebagai UUD RI
-
Pembentukan MPRS dan DPAS dalam
waktu singkat
Akibat Dekrit Presiden 5 Juli
1959 :
1) Sisi Positif:
1) Sisi Positif:
-
Menyelamatkan Negara dari ancaman
perpecahan dan krisis politik berkepanjangan
-
Memberikan pedoman menggunakan
UUD 1945 untuk hidup berbangsa dan bernegara
-
Merintis pembentukan MPRS dan
DPAS
2) Sisi Negatif:
-
Memberikan kekuasaan yang besar
kepada presiden, terhadap MPR maupun lembaga tinggi Negara
lainnya
lainnya
-
Memberi peluang kalangan militer
berpolitik
Masa Demokrasi Terpimpin
Dengan di keluarkan nya Dekrit
Presiden 5 juli 1959 berakhirlah system pemerintahan Demokrasi Liberal dan diganti
dengan system Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Terpimpin berlaku di
Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu dari dikeluarkannya Dekrit Presiden 5
Juli 1959 hingga Jatuhnya kekuasaan Sukarno.
Disebut
Demokrasi terpimpin karena demokrasi di Indonesia saat itu
mengandalkan pada kepemimpinan Presiden Sukarno.
Terpimpin
pada saat pemerintahan Sukarno adalah kepemimpinan pada satu tangan saja yaitu
presiden.
Tugas
Demokrasi terpimpin :
Demokrasi
Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak setabil sebagai
warisan masa Demokrasi Parlementer/Liberal menjadi lebih mantap/stabil.
Demokrasi
Terpimpin merupakan reaksi terhadap Demokrasi Parlementer/Liberal. Hal ini
disebabkan karena :
Pada masa
Demokrasi parlementer, kekuasaan presiden hanya terbatas sebagai kepala negara.
Sedangkan
kekuasaan Pemerintah dilaksanakan oleh partai.
Dampaknya: Penataan
kehidupan politik menyimpang dari tujuan awal, yaitu demokratisasi (menciptakan
stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi (pemusatan kekuasaan
di tangan presiden).
Pelaksanaan
masa Demokrasi Terpimpin :
Kebebasan
partai dibatasi
Presiden
cenderung berkuasa mutlak sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
Pemerintah
berusaha menata kehidupan politik sesuai dengan UUD 1945.
Dibentuk
lembaga-lembaga negara antara lain MPRS,DPAS, DPRGR dan Front Nasional.
0 Response to "PERISTIWA POLITIK DAN EKONOMI PASCA PENGAKUAN KEDAULATAN"
Posting Komentar